Jagad maya dipenuhi info dari yang bermutu berlian hingga kelas sampah, untuk memuji dan menghina para capres. Tanggal 9 Juli, semua Dharma akan mencapai titik puncaknya di kurusetra, eh, di tempat pemungutan suara. Strategi perang Sengkuni maupun Krisna hanya terbukti kesuksesannya pada Pemilu sesungguhnya, bukan pada lembaga survei, polling dan analisis Twitter. Semoga perang online berakhir, seiring dengan adanya keputusan resmi KPU.
Baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo adalah putra-putra terbaik bangsa yang berani mencalonkan diri menjadi pemimpin Indonesia dengan segenap kerumitannya. Banyak pekerjaan besar menanti jika terpilih menjadi Presiden. Semoga dalam lima tahun ke depan Indonesia bisa lebih baik.
***
Eh, kenapa blog yang membicarakan penis, malah bicara tentang Prabowo dan Jokowi, yah?
Apakah posting ini akan membahas perbedaan ukuran penis kedua capres?
Untuk bisa mengukur penis, kedua capres harus menunjukkan penis mereka di depan khalayak ramai. Itu hal yang tidak mungkin, karena pers yang melakukan itu bisa terkena masalah dengan UU pornografi dan KUHP. Selain itu, metode pesamaan jempol untuk mengukur penis berdasarkan ukuran jempol kedua capres di foto-foto pers, juga tidak bisa dipakai karena metode ini belum teruji secara ilmiah. Jadi blog posting hari ini bukan tentang ukuran penis Prabowo maupun penis Jokowi.
Hal yang ingin kubicarakan di posting ini adalah isu seputar penis Prabowo dan penis Jokowi. Banyak kabar burung kalau tidak mau dibilang kabar kontol, yang berisi entah black campaign atau negative campaign seputar penis kedua calon Presiden.
Menurut tulisan Made Supriatma, 27 Juni 2014, di Indo Progress, "Kampanye Hitam: Hantu Lee Atwater… di Indonesia?", ada kampanye hitam yang mengarah kepada Jokowi, terutama pada penisnya. Di situ, ada tulisan bahwa penis Joko Widodo tidak disunat. Isu ini dilancarkan untuk membuat persepsi bahwa Jokowi bukan orang Islam yang baik. Masa sih, untuk membuktikan ini, pemeriksaan terhadap penis Jokowi harus dipublikasikan, kalau perlu buka-bukaan di hadapan TV nasional dan fotonya bisa ditampilkan di koran nasional?
Menurut informasi yang beredar di forum dan milis, Prabowo juga terkena isu seputar penisnya. Prabowo dikatakan sudah tidak berpenis lagi atau penisnya cacat. Isunya adalah penisnya dipotong atau dimutilasi ketika dia tertangkap oleh Fretilin dalam operasinya di Timor Leste. Apakah benar penis Prabowo cacat? Masa, sih, Prabowo juga harus menunjukkan penisnya di depan pers nasional?
Memang betul, dalam operasi militer di Timor Leste, pasukan Kopassus menggunakan teknik penyiksaan dalam interogasi dan dalam penciptaan teror. Orang yang ditangkap Kopassus, ada yang dipotong penisnya. Caranya Kopassus memotong penis adalah dengan mengikat tawanan ke kursi, lalu membuat tawanan ereksi, kemudian penis tawanan diikat dengan tali supaya tidak banyak darah yang keluar ketika penis dipotong.
Selain merusak penis, operasi lain adalah merusak vagina. Jika yang ditangkap adalah wanita, vagina dirusak dengan diperkosa baik dengan penis maupun dengan linggis. Selain itu, vagina juga kadang disundut dengan rokok menyala.
Menyiksa tawanan perang dengan merusak alat genital bertujuan untuk mengekspresikan dominasi. Tawanan hendak direndahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kemudian tawanan difoto dan fotonya disebarkan untuk teror psikologis kepada mereka yang melawan tentara pendudukan. Foto-foto teknik penyiksaan alat kelamin atau perusakan genital, bisa dicari sendiri di internet. Terlalu kejam kalau tampil di blog ini.
Apakah penis Prabowo pernah dipotong Fretilin? Jawabannya masih misteri dan biarlah tetap begitu.
Akhir kata. kita memilih Presiden bukan dari penisnya, baik bentuk, ukuran, maupun keutuhannya. Kita memilih Presiden berdasarkan rekam jejak prestasinya dan harapan kita akan Indonesia masa depan. Toh, Indonesia pernah memiliki Presiden yang tidak memiliki penis sejak lahir.
Apakah posting ini akan membahas perbedaan ukuran penis kedua capres?
Untuk bisa mengukur penis, kedua capres harus menunjukkan penis mereka di depan khalayak ramai. Itu hal yang tidak mungkin, karena pers yang melakukan itu bisa terkena masalah dengan UU pornografi dan KUHP. Selain itu, metode pesamaan jempol untuk mengukur penis berdasarkan ukuran jempol kedua capres di foto-foto pers, juga tidak bisa dipakai karena metode ini belum teruji secara ilmiah. Jadi blog posting hari ini bukan tentang ukuran penis Prabowo maupun penis Jokowi.
Hal yang ingin kubicarakan di posting ini adalah isu seputar penis Prabowo dan penis Jokowi. Banyak kabar burung kalau tidak mau dibilang kabar kontol, yang berisi entah black campaign atau negative campaign seputar penis kedua calon Presiden.
Menurut tulisan Made Supriatma, 27 Juni 2014, di Indo Progress, "Kampanye Hitam: Hantu Lee Atwater… di Indonesia?", ada kampanye hitam yang mengarah kepada Jokowi, terutama pada penisnya. Di situ, ada tulisan bahwa penis Joko Widodo tidak disunat. Isu ini dilancarkan untuk membuat persepsi bahwa Jokowi bukan orang Islam yang baik. Masa sih, untuk membuktikan ini, pemeriksaan terhadap penis Jokowi harus dipublikasikan, kalau perlu buka-bukaan di hadapan TV nasional dan fotonya bisa ditampilkan di koran nasional?
Menurut informasi yang beredar di forum dan milis, Prabowo juga terkena isu seputar penisnya. Prabowo dikatakan sudah tidak berpenis lagi atau penisnya cacat. Isunya adalah penisnya dipotong atau dimutilasi ketika dia tertangkap oleh Fretilin dalam operasinya di Timor Leste. Apakah benar penis Prabowo cacat? Masa, sih, Prabowo juga harus menunjukkan penisnya di depan pers nasional?
Memang betul, dalam operasi militer di Timor Leste, pasukan Kopassus menggunakan teknik penyiksaan dalam interogasi dan dalam penciptaan teror. Orang yang ditangkap Kopassus, ada yang dipotong penisnya. Caranya Kopassus memotong penis adalah dengan mengikat tawanan ke kursi, lalu membuat tawanan ereksi, kemudian penis tawanan diikat dengan tali supaya tidak banyak darah yang keluar ketika penis dipotong.
Selain merusak penis, operasi lain adalah merusak vagina. Jika yang ditangkap adalah wanita, vagina dirusak dengan diperkosa baik dengan penis maupun dengan linggis. Selain itu, vagina juga kadang disundut dengan rokok menyala.
Menyiksa tawanan perang dengan merusak alat genital bertujuan untuk mengekspresikan dominasi. Tawanan hendak direndahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kemudian tawanan difoto dan fotonya disebarkan untuk teror psikologis kepada mereka yang melawan tentara pendudukan. Foto-foto teknik penyiksaan alat kelamin atau perusakan genital, bisa dicari sendiri di internet. Terlalu kejam kalau tampil di blog ini.
Apakah penis Prabowo pernah dipotong Fretilin? Jawabannya masih misteri dan biarlah tetap begitu.
Akhir kata. kita memilih Presiden bukan dari penisnya, baik bentuk, ukuran, maupun keutuhannya. Kita memilih Presiden berdasarkan rekam jejak prestasinya dan harapan kita akan Indonesia masa depan. Toh, Indonesia pernah memiliki Presiden yang tidak memiliki penis sejak lahir.
Bremen, 6 Juli 2014