02 Oktober 2012

Monologues

Teringat kata-kata Carol Hanisch, "the personal is political" pada tulisannya, aku memandang bahwa hal-hal pribadi bisa mempengaruhi politik. Hal-hal yang personal seperti ekspresi identitas, termasuk juga ekspresi seksualitas bisa diatur oleh lembaga kekuasaan. Bagaimana orang memperlakukan penisnya atau vaginanya diatur oleh negara maupun masyarakat. Lembaga pernikahan mengatur bagaimana relasi antara penis dan vagina. Tentu saja lembaga pernikahan tak pernah jauh dari lembaga agama maupun negara.

Sesuatu yang personal cenderung diekspresikan dalam bentuk monolog. Curhat atau curahan hati adalah salah satu bentuk monolog. Satu orang berbicara dan yang lain mendengarkan. Eve Ensler mengekspresikan hal yang personal dalam buku dan teater berjudul "The Vagina Monologues" (wiki:en,de). Karya ini mempertanyakan lembaga kekuasaan yang cenderung menempatkan perempuan sebagai jenis kelamin setelah laki-laki atau "second sex". Monolog Vagina ini sebagai ungkapan kritis terhadap hegemoni penis atas vagina. Mengapa kekuasaan penis menaruh vagina ke dalam kegelapan. Di Indonesia, Kartini mempertanyakannya dalam surat-suratnya, yang kemudian dikumpulkan menjadi buku "Habislah Gelap, Terbitlah Terang" (wiki:en,id).

Nah, karena vagina bisa bermonolog maka penis pun bisa bermonolog. Lembaga kekuasaan tidak hanya menghegemoni vagina saja, melainkan juga penis. Oleh karena itu, blog tentang penis ini dibuat. Blog berisi hal-hal personal. Penisku akan selalu mempertanyakan kekuasaan dalam setiap geraknya. Seperti nihilisme Geert Lovink, penisku akan merayakan kematian semua struktur makna terpusat dalam gemuruh tak berarti sebuah blog. Blog ini akan menjadi pertanda kemenangan berulang dari suatu kekuatan semangat, dari penis yang kumiliki. Semangat ini yang membangkitkanku dari ketidakberdayaan.

Nürnberg, 1 Oktober 2012

iscab.saptocondro
anunya anu

 

 

1 komentar: